Menag dan Grand Mufti Mesir Galang Kerjasama
By Admin
nusakini.com--Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dan Grand Mufti Mesir Shawqi Ibrahim Allam sepakat untuk mengadakan kerjasama dalam pendidikan di bidang fatwa.
Kesepakatan ini tercapai dalam pertemuan antara Menag dengan Grand Mufti Mesir di Majelis Fatwa Mesir, Kairo,. Sebelumnya, Menag menjadi salah satu pembicara pada Konferensi Internasional untuk Membela Al-Quds yang digelar oleh Al Azhar University.
“Saya menawarkan kerjasama dengan Grand Mufti Mesir untuk memperkuat para ulama pondok pesantren, akademisi, cendekia, dan para tokoh ormas Islam untuk mendapatkan pelatihan dalam pembuatan fatwa sesuai tradisi keilmuan dan pengalaman Mesir selama ini,” terang Menag.
Menurutnya, pelatihan ini akan dilakukan selama 1 atau 2 bulan penuh. Harapannya, selain memperkuat kompetensi para peserta, juga meningkatkan wawasan dan kearifan dalam menyikapi perbedaan, sehingga berkontribusi dalam menciptakan kedamaian dan peradaban dunia dengan tampilan Islam rahmatan lil alamin.
Tawaran kerjasama dari Menag ini disambut baik oleh Grand Mufti Mesir. Shawqi Ibrahim Allam menilai arus informasi global menjadi tantangan bagi umat untuk bisa menampilkan wajah Islam yang damai dengan metodologi penetapan hukum (istimbath) yang ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan.
“Masyarakat harus diedukasi untuk memahami rujukan ajaran Islam yang otoritatif, sehingga bisa memilih dan selektif terhadap informasi yang berkembang, juga mampu menyaring ajaran Islam yang menyimpang,” tuturnya.
Menurut Shawqi, publik harus tahu dan melihat ajaran Islam, tidak sebatas pada simbolnya saja, seperti peci, jubah dan aksesoris lainnya. Lebih dari itu, Islam haruslah dilihat dari apa yang terefleksi dari isi kepala dan hati umatnya.
“Islam bukan dinilai atas apa-apa yang dikenakan pada kepala (fisik) kita, tapi tercermin dari isi di kepala dan hati kita. Tentunya kita ingin seorang Muslim yang memiliki hati yang bersih, dan inilah gambaran atau wajah Islam yang harus ditampilkan dengan wujud akhlak dan perilaku yang baik,” jelasnya.
“Jadi tampilkanlah wajah Islam yang dirindukan, yang ramah dan membawa kedamaian dan kesejukan,” sambungnya.
Shawqi mengatakan, jika ada orang yang memahami keliru tentang Islam, lalu menampilkan wajah yang penuh kekerasan dan kebencian, maka menjadi tugas bersama untuk meluruskannya.
Selain itu, lanjut Shawqi, umat Islam juga perlu diedukasi bahwa dalam memahami teks keagamaan, dibutuhkan kemampuan mendalam tentang bahasa Arab dan berbagai perangkat ilmu lainnya. Hal ini penting, agar umat tidak mudah terjebak pada penafsiran yang tekstualis semata.
Grand Mufti Mesir ini mencontohkan penafsiran salah satu ayat pada QS Al-Bara’ah, “Faqtulul musyrikiina haytsu wajadtumuuhum” (bunuhlah orang-orang musyrik di mana saja kamu dapati mereka). Menurutnya, kata al-musyrikiin pada ayat ini tidak bisa digeneralisasi kepada seluruh orang musyrik. Sebab, kata tersebut didahului dengan alif dan lam (al) yang menunjukan makna khusus (ta’rif). Yaitu, kaum musyrik pada zaman nabi yang selalu memusuhi dakwah dan perjuangannya.
Demikian juga dalam pemahaman hadits, umirtu an uqatila an-nas. Kata an-nas (manusia) disertai alif dan lam (al) yang juga menunjukan makna khusus. Bukan semua manusia, tetapi tertuju pada mereka yang selalu memusuhi umat Islam. “Dan masih banyak contoh pemahaman yang keliru lainnya yang perlu kita luruskan bersama,” tegas Grand Mufti.
Senada dengan Grand Mufti, Menag menegaskan pentingnya menambah dan memperluas wawasan dan pemahaman keagamaan umat, sehingga mampu menangkap esensi ajaran Islam. Pertemuan selama lebih dari 1 jam itu berlangsung begitu akrab dan penuh kekeluargaan.
Ikut mendampingi Menag, Duta Besar Indonesia Berkuasa Penuh untuk Mesir Helmy Faisal, Gubernur NTB TGB Zainul Majdi yang juga Ketua Organisasi Alumni Al Azhar di Indonesia, Dirjen Pendidikan Islam Kamaruddin Amin, Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran Muchlis M Hanafi, serta Muhammad Adib Abdushomad dan pejabat KBRI.(p/ab)